Label:

Tanpa Ijazah, 5 Tokoh Indonesia ini Menggapai Sukses


Kesuksesan tidak bisa diukur dari selembar ijazah atau gelar sarjana. Tekad kuat, kerja keras, dan ketekunan bisa merubah jalan nasib seseorang. Tak terkecuali 5 tokoh yang populer di Indonesia ini, mereka sekarang menjadi inspirasi sesuai bidangnya masing-masing.

 
1. Emha Ainun Najib


Muhammad Ainun Nadjib atau yang biasa di kenal Emha Ainun Nadjib, atau lebih populer dipanggil Cak Nun. Ia menjadi tokoh budaya sekaligus pemuka agama yang kharismatik. Jamaah Maiyah Kenduri Cinta yang digagasnya sejak tahun 1990-an menjadi acara rutin sebagai  forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender.

Berbagai pemikirannya di bidang sosial dan keagamaan menjadikannya salah satu tokoh intelektual dalam napas islami. Namun siapa sangka, anak keempat dari 15 bersaudara ini drop out kuliah saat masih di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada.

2. Adam Malik
Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah tokoh politik dengan banyak jabatan. Pernah menjadi Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri, lalu Ketua DPR, hingga puncak karinya sebagai Wakil Presiden Indonesia ke-3 dari tahun 1978-1983.

Adam Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, lalu  menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.

Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara

3. Ajip Rosidi


Ajip Rosidi adalah sastrawan Indonesia, penulis, budayawan, dosen, pendiri, dan redaktur beberapa penerbit, pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage. Singkatnya, ia tokoh besar Indonesia di bidang tulis-menulis.

Ajip Rosidi mulai menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Jatiwangi (1950), lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953) dan terakhir, Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956).

Saat di SMA tersebut, Ajip menolak ikut ujian karena waktu itu beredar kabar bocornya soal-soal ujian. Dia berkesimpulan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya kepada ijazah.

 “Saya tidak jadi ikut ujian, karena ingin membuktikan bisa hidup tanpa ijazah”. Dan itu dibuktikan dengan terus menulis, membaca dan menabung buku sampai ribuan jumlahnya.

Walhasil sampai pensiun sebagai guru besar tamu di Jepang, Dia yang tidak punya ijazah SMA , pada usia 29 tahun diangkat sebagai dosen luar biasa Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Lalu jadi Direktur Penerbit Dunia Pustaka Jaya, Ketua Ikapi Pusat, Ketua DKJ dan akhirnya pada usia 43 tahun menjadi profesor tamu di Jepang sampai pensiun.

4. Andrie Wongso


Di antara motivator yang terkemuka dewasa ini, Andrie Wongso jadi satu tokoh dengan pengalaman hidup yang penuh inspirasi. Anak ke-2 dari 3 bersaudara ini terlahir dari sebuah keluarga miskin di kota Malang.

Di usia 11 tahun (kelas 6 SD), terpaksa harus berhenti bersekolah karena sekolah mandarin tempat andrie kecil bersekolah ditutup. Masa kecil hingga remajanya pun kemudian dilalui dengan membantu orang tuanya membuat dan berkeliling berjualan kue ke toko-toko dan pasar.

Di usia 22 tahun, Andrie merantau ke Jakarta. Pekerjaan awalnya sebagai salesman produk sabun. Sempat juga menjadi pelayan toko.

Jalur nasibnya berubah saat ia melamar sebagai bintang film dan diterima oleh perusahaan Eterna Film Hongkong, dengan kontrak kerja selama 3 tahun. Tahun 1980, untuk pertama kalinya Andrie ke luar negeri. Setelah melewati 3 tahun merasakan suka dukanya bermain film di Taiwan, Andrie tahu, dunia film bukanlah dunianya lalu dia memutuskan untuk kembali ke Indonesia.

Menandai setiap peristiwa yang telah dilalui, Andrie gemar menuangkannya dalam bentuk kata-kata mutiara di buku hariannya. Saat salah seorang teman kos mencontek kata-kata yang dibuatnya, dari situlah muncul ide membuat kartu ucapan kata-kata mutiara, dengan tujuan selain untuk memotivasi diri sendiri, juga untuk membantu memotivasi orang lain melalui kartu ucapan. Dibantu oleh sang kekasih Haryanti Lenny (sekarang istri), dimulailah bisnis membuat kartu dengan merk HARVEST, yang di kemudian hari, mengukuhkan Andrie sebagai raja kartu ucapan.

Usahanya semakin berkembang sampai ia kemudian mendirikan AW motivation training dan AW Publising, Multimedia serta membuka beberapa outlet AW Success Shop yaitu toko pertama di Indonesia yang khusus menjual produk-produk motivasi.

Kini ia sudah menjadi motivator terkenal - mungkin no.1 di Indonesia. Namanya pun jadi bertambah panjang dengan dua gelar yang disandangnya, Andrie Wongso, SDTT, TBS.

Asal tahu saja, SDTT artinya Sekolah Dasar Tidak Tamat, dan TBS adalah Tapi Bisa Sukses

5. Bob Sadino


Kita boleh memandangnya sekarang sebagai konglomerat, pengusaha sukses yang kaya raya. Namun lika-liku hidupnya bisa memotivasi kita, bahwa apa pun yang terjadi, kesalahan apa pun yang kita perbuat, bila kita sadar dan mau berjuang dari titik nadir, Insya Allah bisa menggapai impian.

Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.

Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia dan tidak melanjutkan kuliah. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresinya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu.

Saat itu hanya orang-orang tertentu dan golongan ekspatriat yang membeli produknya, namun seraya telur ayam negeri mulai dikenal, bisnis Bob pun berkembang hingga sukses.

0 komentar:

Posting Komentar