Label:

Beginilah Cara China Mencetak Atlet Juara


Di usia yang baru menginjak 16 tahun, Ye Shiwen mampu tampil membuat kejutan di Olimpiade London 2012. Atlet renang asal China ini tidak hanya mampu mendulang emas, namun juga memecahkan rekor dunia.

Rekor pertama dipecahkan Shiwen setelah menorehkan waktu tercepat di lap kedelapan nomor 400 meter gaya ganti dengan catatan waktu 28,93 detik, lebih cepat dari lap kedelapan yang dibuat oleh peraih emas asal AS di nomor 400 meter gaya ganti individual putra, Ryan Lochte, yakni 29,10 detik.

Hal ini sedikit banyak menimbulkan kontroversi dimana beberapa pengamat menuduh sang atlit menggunakan doping. Hal tersebut dibantah keras oleh Shingwe. Apa yang dicapainya di Olimpiade 2012 ini disebutnya merupakan hasil dari kerja keras serta rezim latihan yang super ketat.

Terlepas dari komentar yang memang sedikit tendensius mengenai keberhasilan mereka, China memang dikenal dengan kerja keras mereka dalam mencapai sesuatu. Termasuk dalam bidang olahraga.

Salah satu contoh betapa kerasnya China melatih atlet mereka dapat dilihat dari kejamnya sesi latihan yang diberikan di kamp training Nanning Gymnasium. Di sini, anak-anak usia di bawah lima tahun dikirim oleh para orangtua untuk dilatih menjadi bintang olahraga di masa depan.


Tangisan bocah ini tidak akan meluluhkan hati sang pelatih

Sesi latihan yang diberikan pun tidak main-main, bahkan sebagian mungkin terlihat sangat kejam. Para pelatih tidak segan memberikan hukuman berat dengan cara memukul atau menginjak tanpa mempedulikan rasa sakit ataupun tangisan pilu dari sang bocah.

Kamp latihan Nanning merupakan satu contoh dari sekian banyak kamp yang memberikan porsi latihan ekstrim kepada anak-anak yang dikirim oleh orang tuanya untuk menggapai satu tujuan, yaitu menjadi juara!


Kemenangan ada harganya, anak-anak digembleng dengan gaya ala militer. 


Hanya ada satu tujuan, medali emas. 


Dari usia inilah Ye Shiwen mulai dilatih untuk menjadi juara. 

Di usia dini, otot-otot dibentuk lewat latihan keras.

Rata-rata anak-anak yang dimasukkan ke kamp latihan berusia antara 4-5 tahun.

Label:

Naruto Chapter 596 Bahasa Indonesia

Naruto Chapter 596 : Satu Jutsu

























Label:

Ritual Brutal Pembantaian Binatang, Mengerikan..!!


Nepal memang terkenal dengan ritual pembantaian binatang ternak yang sangat brutal. Adalah perayaan persembahan kepada Dewi Gadhiami, ribuan binatang ternak di korbankan dalam ritual ini. Begitu banyaknya korban yang di "pancung" dalam ritual ini hingga menyebabkan tempat tersebut tak ubahnya seperti danau darah.

Ritual mengerikan ini di rayakan di Desa Bariyapur yang terletak di bagian selatan nepal. Ritual di adakan selama dua hari dengan mempersembahkan ribuan binatang ternak berupa sapi dan kambing. Ribuan orang tumpah ruah di tempat ini baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan perempuan ikut merayakan persembahan di tempat tersebut.

Puluhan laki-laki membawa golok yang sangat tajam dan siap menebas leher-leher binatang ini tanpa ampun. Tujuannya adalah memotong leher binatang dalam satu kali ayunan, sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengerikan. Sebagian binatang-binatang tersebut masih berdiri ketika kepalanya putus dari badannya.

Menurut mereka ritual ini akan mendatangkan berkah bagi masyarakat setempat. Sebagai manusia yang masih memperhatikan nilai-nilai penghargaan terhadap sesama makhluk hidup saya yakin Tuhan tidak akan rela menyaksikan kebengisan ini.

Anda dapat melihat ritual mereka dalam foto-foto di bawah ini, susananya bukan mirip ritual keagamaan yang selalu mengedepankan kasih sayang kepada sesama makhluk hidup, yang terlihat justru sebaliknya yaitu suasana kekejaman. Anehnya dalam ritual tersebut semua yang datang terlihat bersuka ria dengan memenggal kepala-kepala binatang ternak yang mereka yakini sebagai persembahan.

Apapun penilaian kita akan ritual ini, pastinya upacara keagamaan ini sudah berjalan secara turun temurun dan masyarakat setempat meyakini ini adalah sebuah tindakan atas dasar keyakinan agama mereka. Jadi ya "monggo-monggo" saja. Mengenai kebenarannya kita mempunyai kaca mata yang berbeda untuk menilai apa yang mereka lakukan. Semuanya kembali kepada kita